Episode 4: S.R.M.H
ARTI hadirmu.
“Apa? Pergi dan pulang sekolah bareng anak itu? Wah mama gak peka nih
sama anak satu-satunya. Kan bisa gawat urusa!.” Seruku, hanya bersuara dalam
hatiku. Satu semester ini akan aku habiskan sama dia. Tidak bisa dibayangkan.
Aku akan terus bertemu dengannya. Kenapa selalu anak itu.
Hari itu langit tidak
bersahabat dengan bumi. Awan hitam menyelimuti langit yang awalnya biru dan
tampak cerah. Nampaknya aku harus cepat sampai di rumah. Aku kan paling tidak
suka hari hujan. Lebih baik aku menunggu
saja di sini daripada aku kehujanan di jalan.
Pandanganku beralih ke
pos satpam. Di sana banyak yang sedang berteduh. Termasuk gadis itu. Hujan
semakin deras. Semakin lama hawanya dingin. Aku melihatnya. Tak lepas pandangan
darinya. Dia hanya memakai baju seragam sekolah tidak ada jaket atau sweater
yang menahan dingin ini. Aku melihatnya sedang menggosok-gosokkan telapak
tangannya untuk mengurangin hawa dingin. Reflex aku meniru. Yah, membantu walau
aku masih terasa sejuk. Beruntung aku memakai jaket hari ini. Ada telfon masuk
dari Ante Dewi.
“Assalamu’alaikum nak
Ian. Lagi di mana?”
“Wa’alaikumussalam. Masih
di sekolah Nte, kenapa tu ?”, balasku sedikit cemas.
“Kalau belum pulang Ante
nitip Siti ya, nebengin dia. Ante gak bisa jemput di rumah hujan deras. Dia gak
bawak jaket.” Pinta Ante Dewi.
“Iya Ante, di sini juga
hujan. Nanti di tebengin.”
“Makasih ya nak Ian.”
“Sama-sama Nte” balasku
dan menutup telfon. Huft, baru juga difikirkan muncul dia. apa ini yang namanya
jodoh. Haha apaan sih.
Hujannya reda. Syukurlah.
Tak butuh waktu lama aku langsung berjalan ke parkiran. Aku tidak tahan dengan
suasana dingin ini. Aku tidak biasanya member tumpangan kepada orang apalagi
seorang cewek yang aku tahu pasti bakalan canggung di dekatnya. Ouh, kenapa di
sana masih banyak orang. Tuturku dalam hati. Aku kan malas kalau harus dilihat
orang itu, apalagi mereka akan terkejut nanti. Seorang Ian Wijaya yang terkenal
di sekolah ini menebengi musuh bebuyutannya. Ah, kenapa harus memikirkan
pendapat orang. Lagian aku segan sama mamanya. Mamanya baik gak kayak anaknya.
Lagian aku nebengin dia karena di sms mamanya. Kalau tidak, ogah deh.
Di sinilah aku berhenti
di depan pos satpam. Aku menaikkan kaca helemku dan menghadapnya serta membuat
kode dengan menunjuk kepalaku ke belakang tempat duduk penumpang. Hari ini aku
mengendarai motor kesayanganku. Bisa dibilang kekasih hati baru. Seperti
kebanyakan cowok yang senang dengan motor. Motor ini aku dapat dari Ayah
setelah lulus SMP.
Kenapa dia hanya diam
menatapku seeperti itu. Apa dia tidak mengerti kode yang aku berikan. Percuma
dong dia ikutan organisasi itu. Apa dia terpesona denganku yang tiba-tiba
datang ke hadapannya. Seperti cewek-cewek yang didekatnya. Aku lihat orang di
dekatnya tampang terkejut dan bertanya-tanya. Aku langsung turun dari motor dan
langsung mengenggam tangannya dan menyuruh dia naik ke motor.
Motorku melaju ke
jalanan. Karena aku sedikit mempercepat kecepatan dia terdorong ke depan dan
sontak memelukku. Aku kaget. Aku tau dia pasti terkejutnya. Diam-diam aku
tersenyum di balik helem ini. Sepanjang jalan aku fokus ke jalan. Karena tidak
tahu harus memulai percakapan denganya. Memang tidak harus kan. Lagian hari
sudah sore dan hawnya dingin sekali. Kami sampai di rumah. Setelah dia turun,
aku langsung melaju ke rumahku yang kebetulan di samping rumahnya. Yap, kami
tetangga. Tetangga sekali lagi. Tak payah difikirkan. Aku saja sudah tak
memikirkannya sejak tamat SD. Aku mendengar dia hendak mengatakan sesuatu
sebelum aku menghilang dari hadapannya. Aku tersenyum pasti dia mau bilang
terima kasih.
♥♥♥
MID semester 5 akan
datang sebentar lagi. Waktunya belajar giat biar hasilnya bagus. Kenapa
belajar, kan sudah pintar? Kata siapa orang pintar gak belajar? Kan harus
belajar juga. Kalau tidak belajr kepintarannya di dapat dari mana? Ya toh.
Hari pertama ujian. Senangnya ujian Agama dan Bahasa
Indonesia. Bisa cepat pulang. Aku dan teman-temanku berencana akan ke mall hari
ini. Refreshing setelah ujian. Harusnya kan setelah semua ujian berakhir baru
refreshing nah kami baru hari pertama sudah stress.
Kami makan di BFC, tempat makan anak sekolahan biasa
makan. Sedang asik makan, aku tak sengaja melihat seseorang yang aku kenal. Dan
benar, cewek itu tetangga sebelah, musuh bebuyutan. Aku gatau juga sih kenapa
bisa jadi musuh. Jujur anaknya lumayan manis, tingginya sebahu aku, mungil,
tidak begitu kurus, kulitnya putih, sopan jugak. Tapi anehnya kalau bertemu
dengan aku dia seperti akan menonjok wajahku yang tampan ini. Yah, aku dibilang
tampan dan disukai oleh teman-teman di sekolah, tak hanya teman guru pun
begitu. Aku sih tidak kege’eran dibilang begitu, tapi itulah kenyataannya.
Sudah satu jam aku melihat dia. dia asik bercanda dengan
sobat karibnya. Mereka selalu bertiga. Aku tidak begitu tahu nama mereka, tapi
dari kelas X mereka selalu main bertiga. Ada cowok yang sedikit kemayu, dan
cewek sedikit tomboy, sedangkan dia kombinasi keduanya. Jadi cocoklah. Suara
mereka terlalu berisik dan membuat kupingku gatal. Aku melirik jam sudah jam 3,
sebentar lagi masuk sholat Ashar.
Aku berdiri dari tempat dudukku. Teman-temanku sudah
pulang duluan. Aku menghampirinya dengan langkah mantap.
“Cukup senang-senangnya,
ayo kita pulang” kataku dingin. Menurutnya begitu. Heran dan terkejut dia
melihatku. Aku mendengar teman ceweknya bebicara suruh dia pulang denganku. Apa
pangeran ninja? Emangnya aku anak jalanan di sinetron itu? Aku mendengus. Dia
menolak untuk ikut.
“Oke, jangan salahin aku
kalau tante ngomel sama aku” kataku dengan nada memaksa. Mungkin dia kesal dan
menganggap aku pengadu. Tapi biarkan saja. Aku tahu kalau dia itu takut sama
mamanya. Apalagi kalau pulang sekolah langsung mampir ke mall. Biar tahu rasa
dia. Akhirnya dia ikut pulang bersamaku. Dengan langkah besarku aku berjalan mendahului
Ayi. Dia pasti kepayahan mengikuti langkahku itu. Aku mendengar dia mengomel
dibelakang. Aku bermaksud melambatkan langkahku namun terhenti dan balik
melihatnya. Aku tidak salah dengar dia bilang aku budge. Apa BUDEG? Helloo aku
dengar semua yang kamu ucapkan. Aku hanya berkata bermaksud sopan “Tolong diam,
bisa kan!” dan berbalik melanjutkan langkahku. Dasar cerewet.
Karena sudah masuk waktu
shalat Ashar. Kami mampir dekat musholla terdekat. Dia kebetulan tidak sholat
dan menunggu di pondok dekat musholla itu. Selesai sholat kami langsung pulang
kerumah. Aku sempat melihat ekspresinya yang tadi kesal, berubah drastis.
Pengen rasanya menyubit pipinya yang tembem itu. Mukanya yang jutek bikin
tambah pipinya yang sedikit kemerahan semakin menggemaskan. Kami pun melaju
membelah jalan. Sampai dirumah aku langsung naik ke atas dan bersitirahat.
Mempersiapkan ujian MID esok.
Tak terasa ujian tengah
semester berakhir juga. Semoga kerja keras belajar tidak sia-sia. Karena nilai
ini yang akan diinput untuk menambah nilai semester akhir dan salah satu
penentu kelulusan. Setelah MID berakhir, kami belajar seperti biasa. Kini masuk
awal November. Katanya bulan hujan. aku kan paling tidak suka hujan. Hujan malah
menambah ingatanku tentang kenangan itu. Kenangan yang menyakitkan hatiku.
Kenangan yang tidak ingin aku ingat lagi.
♥♥♥
Langit mendung. Padahal
tadi pagi langit begitu cerahnya. Hujan rintik-rintik dan menjadi deras. Untung
saja aku masih ada di kelas. Hujan begini aku malah kepikiran cewek itu. Ada
apa denganku. Aku melihatnya lagi sedang menunggu di pos satpam. Apakah itu
menjadi tempat favoritnya di kala hujan. Entahlah. Hujan sudah reda, aku
melihatnya keluar dari pos satpam mungkin ke halte. Dia sih biasanya pulang
sekolah menggunakan angkot. Iya, aku pernah lihat dia pulang menggunakan
angkot.
Aku hendak pulang menuju parkiran. Hujan tiba-tiba deras
kembali. Dasar hujannya labil nih.
Geramku di hati. Lantas aku berlari lagi kembali ke kelas terdekat. Lama hujan
tidak reda. Brrr dingin banget. Apa dia pulang dengan selamat ya, apa dia sudah
naik angkot. Aku melirik jam tanganku, yah jam segini mana ada angkot, apalagi
hujan begini. Apa sebaiknya aku nebengin dia lagi ya. Hem nanti kalau aku tidak
nebengon dia, mamanya nanya sama aku. Ahh, masa bodoh.
Syukur hujannya sudah reda. Aku beranjak ke motorku yang
tidak begitu jauh. Untung saja helmku tidak basah terkena hujan, karena aku
meletakkannya menelungkup. Kalau terbalik bisa basah dan aku tidak suka itu.
Tasku sedikit basah sewaktu aku berlari tadi. Tapi tak apa-apa. Tas ini waterproof. Aku melaju ke jalanan. Aku
melihat sepanjang jalan menuju halte dekat sekolah, melihat apakah Ayi sudah
pulang atau belum. Sejak kapan aku khawatir. Aku melihatnya duduk di sudut
kursi panjang halte itu sambil memeluk tasnya. Aku merasa dia kedinginan.
Seragamnya basah kuyup. Pasti dia kedinginan. Tanpa fikir panjang, aku berhenti
di halte itu. Sejenak dia terpana dan
terkejut.
Aku turun dari motor dan melapaskan jaketku. Aku
menyampirkan jaketku di bahunya. Aku memang tidak niat untuk bicara. Aku hanya
dengar dia menggumamkan sesuatu sambil mengerakkan bibirnya yang sudah pucat. Tapi
anehnya wajahnya seperti udang rebus di suasana dingin ini. Ingin sekali aku
meletakkan telapak tanganku di kedua pipinya untuk menghangatkanku. Aku baru
sadar banyak orang yang melihat kami. Aku tidak peduli lagi yang penting
sekarang aku pulang. Kami melaju membelah jalanan.
♥♥♥
Mau tidak mau harus
terima. Mulai besok aku akan pergi dan pulang sekolah bareng cewek cerewet itu.
Hanya sampai menjelang UN saja. Jadi harus menyiapkan mental fisik dan psikis.
Ini semua demi Ante Dewi mamanya Ayi tu yang minta aku ngojekin dia. Awalnya
sih aku nolak. Tapi mamanya khawatir sekarang musim hujan dan banyak kejahatan
di dalam angkot. Trus aku dikasih uang capek. Lumayan sih buat nambahin tabungan
masa depan. Mamanya kasih nomor hape Ayi buat aku.
Hari pertama bareng itu kami sengaja datang cepat. Dia
minta sih, katanya takut ketahuan. Segitu malunya dia sama aku. Iya juga sih,
sekolahan tu suka gossip. Lebih baik menghindari gossip daripada
memperparahnya. Ya dia minta diturunkan agak jauh dari sekolah. Sisanya dia
jalan kaki ke gerbang. Seperti hari ini. Aku lanjut masuk sekolah.
Tidak setiap hari jugak aku pulang bareng dia. Karena
jadwal kami beda. Hari sabtu aku ada les matematika. Jadi tidak mungkin dia
menunggu aku selama 2 jam. Yang ada dia mati kebosanan. Kalau dia tidak pulang
denganku pasti dia pulang dengan kawannya naik angkot. Kawan ceweknya Dian
namanya. Aku baru tau namanya akhir-akhir ini.
Berhari-hari telah
berlalu. Kedekatanku dengan Ayi perlahan mulai dekat, tidak seperti dulu. Kami
sering bman.
Setiap tahun sebelum
akhir semester kami mengadakan latihan gabungan. Di dalamnya ada Passus
organisasiku, PMR, dan Pramuka organisasi Ayi. Anggotanya dibagi acak. Nah,
kebetulan aku satu kelompok dengan Ayi. Kami akan berkemah hanya semalam pada
sabtu minggu.
Keesokkan paginya kami hiking. Kebetulan lagi aku yang menjadi
ketua kelompok yang memimpin jalan. Sedangkan Ayi baris paling akhir. Tujuan
kamu adalah air terjun yang ada di dalam hutan. Kami sudah diberikan peta
perjalanan. Kami sempat tersesat, akibatnya aku dan Ayi berselisih paham. Aku
tahu dai anak Pramuka yang lebih tau jalur hiking. Apalah daya kami anak Passus
yang hanya tahu baris berbaris. Untungnya ada kaka senior Kak Wisnu yang
membimbing kami. Sudah dua jam perjalanan, akhirnya kami tiba di air terjun.
Sangat cantik. Kami beristirahat di sana sambil menunggu kelompok yang lain.
Sambil menunggu kami foto-foto dan main air di tepian. Airnya segar sekali.
Tidak hanya kami yang ada di lokasi itu, beberapa wisatawan juga hadir.
Setelah semua hadir. Kami
lanjut menyantap makan siang kami dan ada beberapa yang berenang. Hamper semua
sih karena diperjalanan tadi kami kotor-kotor masuk lumpur. Hanya Ayi yang
tidak masuk air. Heran. Mungkin dia takut air. Ah, biarkan saja. Yang penting
aku melepas penat.
Setelah selesai kami bersenang-senang,
kami melanjutkan perjalanan ke camp dan pulang ke rumah masing-masing. Sudah
beres membersihkan tempat perkemahan dan bersih-bersih badan, kami berbaris dan
mendengarkan ceramah penutupan dari Pembina kami.
Di tengah baris, ada
kejadian yang tidak kami prediksi. Salah satu anggota lain pingsan dan
berteriak-teriak. Kesurupan tepatnya. Aku ikut membantu, tidak hanya satu yang
kesurupan tapi berantai. Untuk yang tidak kesurupan kami suruh pulang duluan.
Sedangkan senior lain membantu, begitu juga Pembina. Beginilah resikonya
menginjak tempat yang baru pertama kali dikunjungi.
Aku mencemaskan Ayi.
Untunglah dia tidak terkena. Aku menyuruhnya pulang duluan dan menungguku di
sekolah. Setelah korban tenang dan dibawa ke sekolah, kumat lagi dan kami
membawanya ke musholla. Ada beberapa jugak yang kesurupan. Semuanya cewek.
Magrib menjelang, namun belum juga mereka sadar. Kami menelepon guru kami yang
bisa membantu Pak Sanusi namanya. Setengah
delapan akhirnya mereka pulang dan dibawa oleh orang rumahnya. Aku dan Ayi
pulang bersama.
♥♥♥
Ternyata, tidak hanya
sampai tadi malam. Peristiwa itu lanjut terjadi pagi ini. Kami sedang khidmat melakukan
upacara tiba-tiba mendengar teriakan anak cewek dari musholla yang biasanya
menjadi tempat anak PMR bertugas. Oh jangan lagi. Kami melakukan upacara
bendera sampai selesai. Mau tidak mau. Selesai upacara aku menuju ke lokasi dan
mencari seseorang. Ternyata aku tidak menemukannya di sana. Aku bertanya sama
Dian. Dia berkata kalau Ayi ada di ruang UKS. Belum sempat aku menanyainya
lebih lanjut aku langsung berlari ke UKS.
Dengan nafas yang memburu
dan terengah-engah aku menghampirinya. Aku melihatnya terbaring di ranjang uks.
Kata perawat UKS dia pingsan waktu upacara tadi. Untunglah dia tidak kesurupan
seperti yang lain. Akhirnya dia sadar dan agak linglung gitu. Kami tidak jadi
belajar hari itu. Jadi aku dan Ayi pulang bareng. Takut malah nanti dia yang
kena. Aku berharap dia tidak kena, mungkin hanya lelah. Dan ya fisiknya lemah.
Setelah peristiwa itu terjadi, kami jadi lebih selektif
memilih tempat untuk acara organisasi serta mempersiapkan mental dan fisik.
Dengan mental dan fisik yang kuat mustahil kan terulang, kecuali sudah Allah
swt yang berkendakk. Ini jadi pelajaran untuk kami semua. Bahwa kebersihan itu
penting. Walaupun dia makhluk kasat mata, kita harus hormati juga tempat
tinggalnya. Segala ucapan kita juga dijaga.
♥♥♥
Mungkin ini yang namanya
merasa sakit yang luar biasa.
Aku berdiri di cermin
kamar mandi melihat baju yang aku pakai. Berbalut jeans hitam dan kemeja lengan
pendek adalah pakaian yang biasanya aku pakai untuk acara semiformal. Hari ini
aku akan pergi memenuhi undangan dari Shinta. Sebenarnya aku tidak ingin
datang. Apabila aku datang malahan akan membuat luka lama itu terbuka kembali
dan aku tidak mau itu. Tapi aku tidak mau jadi pengecut hanya karena tidak
menghadiri undangannya.
Akan canggung kalau pergi sendirian. Aku akan ajak teman
aku. Tapi siapa cobak. Si Andri gemuk itu pasti gak bisa nih ikutan. Dia kan
bantu mamaknya jualan. Pilihan terakhir jatuh kepada tetangga sebelah ni. Mau
tidak ya dianya. Coba dulu deh aku bm. Tapi bilang apa. Sejak kapan aku tidak
pandai berkata-kata kalau menyangkut dia. Huft. Okay aku akan bilang padanya
nemanin aku jalan-jalan. Pasti dia mau. Ternyata dia tidak menolak.
Dag dig dug. Tengg waktunya berangkat. Aku mengambil
jaketku yang kuletakkan di kusri belajar dan turun ke bawah. Aku pamit sama ibuku.
Turun ke garasi membuka pintu mobil. Hari ini aku pinjam mobil kakakku yang
kebetulan tidak memakainya. Dia malah membawa motorku jalan dengan suaminya.
Tak apalah fikirku. Aku menghentikan mobilku di depan pagar rumah Ayi. Aku
turun dari mobil dan menghampiri Ayi
yang sudah berada di luar. Aku lihat mukanya terkejut. Pandangan mata kami
bertemu. Dia memakai dandanan yang casual. Make-up tipis dan tetap sederhana. Itulah yang menambah
kemanisannya. Terpana. Tentu. Cepatcepat aku sadar dari lamunanku.
Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Sampai di depan
gedung pun begitu. Setelah turun dan masuk gedung. Kami duduk di tengah-tengah kursi
penonton lainnya. Cukup ramai yang menyaksikan. Yap sekarang sedang berlangsung
lomba balet nasional. Yang salah satu pesertanya adalah Shinta.
Satu persatu peserta menampilkan tariannya. Sungguh
menawan. Aku saja terpana. Sampai pasa kontestan terakhir pandanganku tak lepas
darinya. Dia Shinta. Dengan gayanya yang anggun dan mempesona para penonton dia
mulai meliukkan badannya. Menarikan tarian sesuai dengan irama lagu klasik dari
sound system.
Riuh tepuk tangan penonton menggema di seluruh gedung
menandkan berakhirnya pertunjukkan tari itu. Tak butuh waktu lama aku reflex
menarik tangannya Ayi. Dia melihatku, tidak. Mata kami bertemu waktu dia
selesai membungkukkan badan tadi. Aku harus pergi dari sini. Langkahku terhenti
ketika suara yang aku akrab terdengar menyebut namaku. Diam dan terpaku. Namun
aku harus memasang wajah santaiku. Aku langsung melepaskan peganganku dari
tangan Ayi dan berbalik arah.
“Ian, akhirnya kamu
datang juga ya, apa kabar?” seru Shinta sambil menghampiri kami.
Senyum itu. Senyum yang
membuat aku tidak lupa padanya. Senyum itu juga yang membuat aku terbang dan
jatuh seketika. Senyum yang hanya dia perlihatkan padaku. Senyum menandakan
sayang.
“Aku baik, penampilanmu
bagus seperti biasa” jawabku terbata dan gugup.
“Ini siapa Ian, pacar kamu ya, wah selamat
kalau gitu” balas Shinta lagi.
“Ia kenalin pacar aku”
jawab Ian sambil memegang tangan aku.
Mereka saling melempar
senyum dan berkenalan. Aku yakin ia sama terkejutnya denganku. Aku saja tidak
sadar sudah mengeluarkan statement itu dari bibirku. Sekarang sudah terlanjur
untuk menariknya kembali. Lantas kenapa Ayi juga bilang kayak gitu. Bagaimana
nanti aku menjelaskannya. Sepertinya Shinta tidak percaya begitu saja dengan
gelagat kami yang gugup. Dengan ramah Ayi memuji penampilan Shinta tadi. Di
sela mereka berkenalan, muncul seorang laki-laki yang aku duga adalah kekasih
Shinta. Tak lama kami berdiri di sana. Kami keluar dari gedung itu.
“Ian, tunggu kita harus
bicara” ucap Ayi dari belakang. Aku menghentikan langkahku dan berbalik
menghadapnya, “Maaf soal yang tadi aku tidak bermaksud apa-apa” gumamku dengan
nada menyesal. Dia mendekat dan berusaha meminta penjelasan dariku.
“Ternyata kamu ngajak aku
kesini cuman buat dia cemburu, lalu apa maksud kamu bilang ke dia kalau aku ini
pacarmu, tega kamu ya Ian, aku gak nyangka kamu yang pintar bisa kayak gini”
katanya dengan menahan tangisnya.
Oh betapa buruknya aku
sampai begitu menyakitinya. Maafkan aku Ayi. Aku tidak sanggup untuk
memberitahumu yang sejujurnya. Belum. Aku akan biarkan kamu berspekulasi. Aku
belum siap. Aku melanjutkan dengan gusar sambil mengacak rambutku.“Bukan Ayi,
aku cuma ingin ngucapin selamat tinggal sama dia, itu doang. Lalu masalah kita
lupain aja ya, udah sore ayok pulang.”
“Aku gak mau pulang. Kamu
aja duluan. Aku masih mau disini!” kata Ayi dengan setengah berteriak. Aku
pantas mendapat itu. Tapi aku tidak tega membiarkannya pulang sendiri.
Setidaknya aku harus bertanggung jawab. Dia pergi dengan aku dan pulang harus
dengan aku jugak.
Dengan lembut aku menarik
tangannya dan menuntunnya ke mobil. Kami melaju membelah jalanan dengan
keheningan. Jujur aku tidak tahu harus bagaimana. Sungguh labil. Tapi ini tidak
bisa diulang. Sekali melangkah harus diteruskan. Berbuat jangan
setengah-setengah. Lagian aku rasa aku menginginkan ini. Dengan berani dia
memulai obrolan.
“Maaf ya, tidak
seharusnya sikap aku kayak tadi ke kamu aku kan bukan siapa-siapa kamu jadi
lupain aja ya yang tadi itu” ujar Ayi dengan nada putus asa.
“Aku senang lagi kamu
kayak gitu. Aku tahu kamu suka sama aku kan? Aku juga suka sama kamu!” balasku
sambil melirik ke arahnya dan fokus kembali menyetir. Iya. Aku sudah tahu kalau
dia naksir aku. Tapi aku belum tahu dengan perasaanku ini padanya. Aku bisa
merasakan kalau dia menaruh perasaan padaku. Dengan gugup aku balas berkata,
“I…iya aku suka sama
kamu,” ucanya, lalu sebelum iya dapat melanjutkan aku memotong “Sekarang kamu
jadi pacar aku titik”. Aku mengerem tiba-tiba, karena memang sudah sampai di
depan rumahnya. Keasikan ngobrol jadi hamper terlewat satu rumah.
“Oke kita sudah sampai,
silakan turun dan sampai ketemu lagi Ayi” sekarang aku tersenyum melihat
tingkahnya yang begitu polos. Aku tahu dia seketika pucat dan sangat terkejut.
Bukan hanya dia aku juga.seperti itu. Terkejut setengah mati. Ouh seluruh
tubuhku rasanya gerah. Ingin sekali mandi air dingin.
Sampai rumah, aku meletakkan kunci mobil di
meja ruang tamu dan langsung naik ke kemarku. Di dalam kamar aku tersenyum
mengingat kejadian tadi siang. Awalnya aku juga kesal melihat Shinta yang sudah
memiliki kekasih. Tapi aku ikhlas melepasnya. Ya, ini adalah pertemuanku
terakhir dengannya. Semoga aku dapat merelakannya. Ini keputusannya. Dulu kami
sangat dekat dan aku menaruh hati padanya. Dia orangnya lembut dan ambisius.
Ketika perasaan itu dalam padanya. Dia berkata tidak ingin memiliki pacar dalam
waktu dekat. Dia akan menggapai cita-citanya menjadi seorang ballerina skala
internasional. Maka dari itu tamat SMP dia pindah ke luar negeri belajar
sekolah balet. Meninggalkan aku di sini.
Ketika undangan itu datang.
Aku memutuskan menghargai keputusannya. Ya, aku bisa saja bersikap egois waktu
itu. Namun aku tidak ingin menyakiti hatinya dan menenggelamkan cita-citanya
itu. Aku juga tidak sempat mengungkapkan perasaanku ini padanya. Sejak itulah
aku tidak ingin menjalin hubungan. Tapi kenapa dengan Ayi aku berubah. Apakah
hatiku sudah jatuh padanya? Ntahlah kita lihat kedepannya. Membayangkan esok
bertemu kembali dengannya sungguh membuatku gusar. Apakah dia masih ingat
kejadian tadi siang atau melupakannya? Kembali ke sekolah. Biasanya aku
berangkat bersama Ayi. Tapi pagi ini aku tidak menemuinya. Aku datang
kerumahnya tapi kata tante Dewi dia sudah berangkat duluan. Kenapa sih itu
anak.
Hari ini upacara seperti
biasa. Aku dan teman-teman yang lain berjalan ke lapangan dan itu melewati
kelasnya Ayi. Aku ingin melihatnya. Satu arah di depanku dia sedang keluar
kelas dengan teman ceweknya. Aku memasang wajah imutku sambil tersenyum
padanya. Aku bisa melihatnya yang menegang dan seperti membeku. Ada apa
dengannya sungguh tidak sopan. Senyumku tidak dibalas. Awas saja nanti.
To be continued
Komentar
Posting Komentar
Life is short. There is no time to leave important words unsaid [Japanese Proverb]